Adakah manusia yang bisa bahagia dengan duka?
Rasanya tidak mungkin ada manusia yang mau
menjadikan duka sebagai suatu kebahagiaan dalam
hidupnya. Itulah mengapa banyak orang yang kini
rela melakukan kejahatan hanya karena agar dia
tidak kehilangan pekerjaan, jabatan, ataupun
kehormatan.
Hampir setiap orang menolak yang namanya duka
dan berusaha sekuat tenaga untuk hidup bahagia.
Akibatnya, tidak sedikit di antara mereka yang
bersikap pragmatis, egois, individualis, dan hedonis.
Bahkan, mereka mau melakukan apa saja yang
penting dia tidak miskin, tidak dikucilkan dan tidak
dihukum.
Walaupun kadangkala hatinya menjerit karena
letupan-letupan kesadaran yang terkadang muncul
akan perilakunya yang telah melanggar aturan
Tuhan, mereka tetap saja lebih memilih menjauh dari
duka demi hidup bahagia. Ingkar janji, dusta, dan
khianat dipaksa menjadi karakter dalam dirinya demi
untuk menghindari duka.
Apalagi di zaman sekarang yang himpitan ekonomi
begitu berat, kejujuran sudah dianggap bukan
masanya lagi, dan korupsi diyakini wajar, sehingga
menjadikan sebagian besar umat manusia makin
berani menggadaikan imannya. Padahal, kalau
dicermati, duka yang mereka hindari dengan cara
curang itu, sejatinya adalah jalan tol menuju duka
nestapa yang tiada tara.
Duka di dunia hanyalah sementara sebagaimana
senang di dunia juga tidak selamanya. Sementara
pembalasan Tuhan pasti adanya. Seorang Muslim
wajib untuk hidup dengan tidak melanggar aturan
Tuhan. Sekalipun terkadang untuk hidup seperti itu
harus banyak melakukan pengorbanan, merasakan
penderitaan, kesengsaraan, dan duka nestapa yang
mendalam.
Tetapi, itulah mahar yang harus kita berikan untuk
bisa mendapat kebahagiaan abadi di dalam surga.
Apabila kita telah memahami hal ini, insya Allah kita
akan bisa menjalani hidup ini tetap bahagia meskipun
harus bersahabat dengan duka. Duka sejatinya
adalah mahar untuk bahagia.
Hal itulah yang dilakukan oleh Nabi Yusuf AS. Sejak
kecil dia hidup tidak dalam kebahagiaan. Dia menjadi
anak Nabi Ya’kub yang dibenci oleh saudara-
saudaranya dia pun harus rela dilempar ke dalam
sumur. Kemudian, dia hidup sebatang kara di negeri
orang dengan status sebagai budak belian.
Tak cukup di situ, Nabi Yusuf juga difitnah, hingga
harus mendekam dalam penjara. Tetapi, semua itu
dilalui dengan nuansa hati yang tetap bersih dari
kotoran nafsu. Kebersihan hatinya membuatnya rela
di penjara.
“Yusuf berkata, ‘Wahai Tuhanku, penjara lebih aku
sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.
Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu
daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk
(memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku
termasuk orang-orang yang bodoh’." (QS Yusuf : 33).
Demikianlah sikap Nabi Yusuf terhadap duka dalam
hidupnya. Setiap fase ujian, dilaluinya dengan penuh
kesabaran dan harapan akan pertolongan Allah SWT.
Hingga ia diangkat derajatnya oleh Allah SWT
dengan menjadi pengelola ekonomi di Mesir.
Oleh: Dr Abdul Mannan
Duka akan mendekat kan kita pada Allah
on
0 komentar:
Posting Komentar